a
ntp MANADO 

Kuasa hukum perkara kejahatan perbankan yang melibatkan PT Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 Tbk sebagai tergugat, Dr Santrawan Totone Paparang SH MH M.Kn, memberi sinyal melanjutkan perkara tersebut ke persidangan menyusul terjadinya jalan buntu atau deadlock saat digelarnya mediasi.


Demikian disampaikan Santrawan usai menghadiri sidang mediasi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (27/07/2023). 


Menurut San panggilan akrab Santrawan, pihaknya telah berupaya melakukan langkah damai, namun menemui kegagalan.


“Hingga batas waktu mediasi tidak juga ada kata titik temu. Satu-satunya cara yaitu tetap melanjutkan perkaranya ke tahap pesidangan dengan materi kembali kepada pokok-pokok perkara,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Samratulangi (Unsrat) Angkatan 1989.


Dasar itulah imbuh San, dia bersama timnya dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum Dr Santrawan Paparang SH MH M.Kn & Hanafi Saleh SH, akan melakukan langkah-langkah strategis guna mempertajam materi pokok perkara gugatan. 

Selain itu, San juga mengingatkan kalau tindakan yang dilakukan tergugat terhadap aset klien mereka, John Hamenda merupakan bentuk kejahatan perbankan.


Masalahnya kata dia, perbuatan yang dilakukan kliennya itu tidak menimbulkan kerugian keuangan negara. Sebaliknya justru kliennya yang mengalami kerugian tidak hanya materiil tapi juga immateriil.


“Terbukti saat sidang digelar di PN Jakarta Selatan (Jaksel), majelis hakim memutuskan tidak ada kerugian keuangan negara dan klien kami tidak dibebani uang pengganti, sehingga tak ada dasar hukum bagi tergugat untuk menjual aset milik klien kami,” tandas San didampingi rekannya Hanafi Saleh SH dan putra sulungnya, Satrya ‘Etus’ Paparang SH.


Herannya yang terjadi justru sebaliknya dimana aset milik John Hamenda di Jalan 17 Agustus, Kota Manado dan tanah di Jalan Sea, Kecamatan Malalayang disita dan kemudian dijual tergugat.


Ada dugaan PT BNI 1946 Tbk melakukan penyitaan dan penjualan aset saat Hamenda masih menjalani hukuman badan dan baru diketahui setelah bebas bersyarat pada 2016.


Anehnya lagi pemblokiran tanah tidak menyebutkan nomor sertifikat, gambar disertai batas-batas utara, timur selatan dan barat. Dengan demikian apa yang dilakukan BNI 1946 jelas-jelas perbuatan melawan hukum.


“Memang benar kalau gugatan tersebut tidak lepas dari perbuatan melawan hukum dan error in objecto tanah milik penggugat yang disita tergugat. Gugatan ini juga mengarah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung),” jelas Santrawan. (A.Mumu Pri)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama