antp Gowa Sulsel
Desa Tanah Karaeng Kec. Manuju Kab Gowa.
Diduga di dalangi oknum pejabat pemkab bekerjasama dengan Media Gempa Indonesia, dalam upaya memaksakan diri merebut lahan tanah milik masyarakat, keturunan Karaeng Manuju, Dimana dalam kasus sengketa tersebut pemilik Tanah dengan Ahli Waris Almarhum Borra bin Tanaing.
Dalam sebuah pernyataan resmi Ahli waris Almarhum Borra bin Tanaing membantah klaim penyerobotan/perampasan tanah yang dilontarkan oleh keturunan Karaeng Manuju.
Sebaliknya, mereka mengungkapkan dugaan bahwa keluarga Karaeng Manuju, terutama perwakilan yang di identifikasi sebagai individu bernama Hj. Sarintang daeng tommy Cs. termasuk salah seorang oknum pejabat pemkab di kabupaten gowa,
Tengah berupaya merebut tanah sah yang dimiliki oleh Borra bin Tanaing dengan bukti berdasarkan rincik dan buku F yang tertera dengan jelas nama pemilik dan batas tanah.
Dalam penjelasan tersebut, pihak ahli waris Borra menegaskan bahwa tuduhan tersebut adalah upaya untuk memutar balikkan fakta yang sebenarnya,
Mereka bahkan mencurigai kemungkinan adanya pemalsuan dokumen serta tindakan penipuan, terutama dalam konteks surat pernyataan dan buku rincik yang diduga palsu dan kuat dugaan bahwa betul palsu, juga ada upaya menghilangkan barang bukti buku rincik.
Menurut mantan kepala Dusun salah satu keturunan Karaeng menuju per.hj utta mengambil rincik di tangan mantan kepala dusun (bukti rekaman ada)
Hj. Sarintang telah melaporkan hal tersebut dengan no pol LP/B/123/ll/2024 polda sul-sel dan selanjutnya di limpahkan ke polres gowa di bagian unit tahban, dimana menurutnya sama saja gali lubang dirinya sendiri.
Bahwa polres Gowa Polda Sulsel melakukan pembertihan penyelidikan karena tidak di buktikan persalah secara hukum karena yg menguasai tanah tersebut dari dulu sampai sekarang adalah terlapor ( ahli waris).
Ahli waris terlapor menguatkan dugaan percobaan penipuan dan pemalsuan dokumen karena selama berjalan proses di polres gowa,pelapor tidak memperlihatkan ke penyidik, dokumen pernyataan dan buku rincik baru yang di perlihatkan saat di mediasi di kantor desa tanah Karaeng,
Adapun saksi yang melihat pernyataan dan dokumen buku rincik yaitu kepala Dusun tanah Karaeng, Muh. Saleh Dg. nyengka, Kepala Desa Tanah Karaeng juga ikut memperlihatkan dokumen tersebut, dan diyakini dokumen tersebut di buat dan dilakukan atas perintah oleh saudara dari seorang oknum pejabat pemerintah daerah kabupaten gowa.
Kejanggalan ini semakin terungkap dengan perbedaan yang mencolok antara luas tanah yang tercatat dalam surat pernyataan dengan data pembayaran pajak yang sah.
Ahli waris juga menegaskan bahwa Karaeng Bila, leluhur keluarga Karaeng Manuju, tidak pernah mengklaim kepemilikan atas tanah yang dikelola oleh Borra bin Tanaing.
Mereka menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil dari tanah tersebut yang dimiliki oleh Karaeng Bila, sementara mayoritasnya merupakan milik masyarakat, termasuk yang dimiliki oleh Almarhum Borra bin Tanaing,
Kejanggalan lainnya yang sangat memprihatinkan munculnya PBB bukti pembayaran pajak seluas 17 hektar dari Tahun 80 an, muncul pertanyaan bahwa oknum pejabat pemkab tersebut pernah menjabat camat manuju dan sekarang menjadi pejabat pemkab gowa.
Dari 17 hektar tanah yang di klaim hanya memiliki PBB bukti pembayaran saja dan tidak memiliki sertifikat apa lagi rincik,
Keserakahan dari keluarga Karaeng manuju, berdasarkan rincik dan buku F tahun 80an memiliki tanah seluas kurang lebih 15 hektar dan ahli waris Borra seluas kurang lebih 2 hektar.
Lebih lanjut, pihak yang memberikan klarifikasi menyatakan bahwa mereka hanya berperan dalam menetapkan batas tanah milik Almarhum Borra dan menolak tuduhan penyerobotan yang dialamatkan pada mereka.
Mereka menegaskan bahwa tindakan pembakaran dan penyerobotan/perampasan tanah dilakukan oleh pihak lain yang diduga diinstruksikan oleh keturunan Karaeng Manuju.
Namun, tidak hanya tuduhan penyerobotan tanah yang menjadi fokus dalam penjelasan tersebut.
Mereka juga mengungkapkan dugaan terkait keterlibatan oknum mafia tanah yang diduga terkait dengan oknum pejabat pemerintah daerah.
Hal ini memicu seruan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh oleh pihak berwenang, termasuk Presiden, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Menteri Agraria, terhadap kasus mafia tanah di wilayah tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, klarifikasi tersebut juga menyoroti permasalahan pembebasan lahan terkait dengan proyek pembangunan bendungan Je,ne lata.
Adanya perbedaan harga tanah antara transaksi yang melibatkan pejabat dan masyarakat biasa menimbulkan kecurigaan akan ketidakadilan dalam proses pembebasan lahan, yang menuntut penyelidikan lebih lanjut.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat indikasi bahwa keluarga Karaeng Manuju berenca,.tuturnya,
*(MUH SYUKUR HUSAIN)*
Posting Komentar